Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2020

Untuk C, Manusia Pendengar Pertamaku

C, kutulis ini agar kelak kamu sadar bahwa kamu orang yang dibutuhkan oleh mereka yang tak dapat tempat untuk membagi kisahnya, mereka yang belum selesai bercerita tapi mendapat penghakiman, mereka yang butuh telinga, yang memahami dengan hati. C, ingatkah kamu pertama kali kita berjumpa di aplikasi random chatting di mana anime menjadi hal yang pertama kali dibicarakan, lalu merambat ke psikologi. Ketika itu aku basa-basi meminta buku pdf tentang hal tersebut agar ada pembicaraan lebih lanjut Kamu masih semester 2 awal, begitu juga aku. Kamu belum terlalu paham apa itu psikologi tapi kamu berjanji kedepannya akan belajar giat agar menjadi psikolog atau apalah yang berguna. Kamu supel banyak bicara tapi banyak memahami. C, entah berapa banyak topik yang kita bicarakan hingga suatu malam aku memutuskan videocall, hal yang paling tak kusukai setelah menelpon. Oh aku lebih benci videocall sih. Aku tak bisa berlama-lama, aku mengutarakan setelah aku sadar sejam lebih aku berbincang denganm

Saya dalam Sebuah Puisi

Gambar
kamu penasaran kenapa semua pria berpikir adalah haknya untuk menabur pujiannya pada seorang perempuan? sudah, kecewa, nikmati sajalah sepanjang terima kasih kembali kasih, mungkin tidak.

Obituari untuk Sapardi Djoko Damono

Pagi tadi, pukul sembilan lebih belasan menit, Sapardi memberi hembusan kabar terakhir. Ia sekarang berjalan ke barat bersama hujan dan angin yang pernah ia tebar di bumi. Hujan dan angin yang pernah membuat saya demam puisi... Ini, sebuah obituari sederhana untuk beliau, yang tak bakal menjadikan api bagi kayu yang menjadikannya abu. Saya pernah tidak suka buku puisi: Tipis dan mahal, dibanding novel dengan banyaknya kata. Saya lupa, buku puisi Jokpin atau Sapardi yang pertama saya miliki. Yang saya ingat jelas, Hujan Bulan Juni adalah buku puisi pertama saya yang tebal dan hard cover dengan pembatas unik. Bukan Hujan Bulan Juni atau Yang Fana Adalah Waktu, melainkan Tuan, puisi yang menyihir saya (kamu bisa temukan di samping puisi Yang Fana Adalah Waktu). Pendek sekali, seperti ini bunyinya: "Tuan Tuhan, bukan? Tunggu sebentar, saya sedang keluar." Sapardi mengajak berbincang Tuhan. Luar biasa. Ini membuat saya berpikir, puisi tak harus panjang dan bersajak-sajak.

Sepotong Cheese Burger

saya pernah menjual jiwa  untuk sepotong cheese burger di malam sebelum hari pembebasan berakhir malam yang paling buruk karena bukan hanya Tuhan yang murka ibu tercinta pun marah Terakhir kali, tak akan diulangi

Catatan Lukisan

tubuhku milik rahasia ia menyimpan segala nama tanggal kelahiran -dan kematian kota yang kau cari dalam peta gemintang dan bulan purnama sekumpulan ternak tanpa gembala ajak dan binatang berbisa rahasia menanamkan kebijakan di dalam hampa ada tempa di dalam hening ada bening di dalam sedih ada seri di dalam yang ada, segalanya tiada  Mei 2020

Hymne

Ya aku hanyalah manusia  tidak lah tahu berjodoh  dengan siapa di mana bagaimana ataupun apa seorang wanita ataukah  Kematian rupanya  Januari, 2018

Bapak

Bapakku orang yang kuat Ia menggadaikan mimpi-mimpunya demi mimpi-mimpi kami Bapak melupakan hobi naik gunung demi rumah tangga kami Bapak menjual sepeda dan berhenti dari hobi yang paling disuka Bapak meninggalkan segala dirinya demi segala kebahagiaan kami Ibu dan saya Kami tidak ada apa apa jikalau bapak tidak meninggalkan dirinya
Ceritaku hanya bagian terkecil dari atom dihadapan semesta manusia lain.